Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Kamis, 31 Januari 2019

Juru Tulis MK


Photo Bersama

Sejak MK berdiri pada tahun 2003 beberapa saat setelah para hakim MK dilantik, hal pertama yang dilakukan oleh Ketua MK saat itu Prof Jimly Asshiddiqie adalah mencari supporting staf untuk mendukung tugas-tugas MK sebagai lembaga negara yang ditugaskan oleh konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara konstitusi.

Salah satunya adalah seorang juru tulis pengadilan atau istilah dalam bahasa sunda "registrar" atau "clerk" dan lebih familiar disebut dengan nama "Panitera".

Peran Panitera sebagai penanggung jawab administrasi yustisial begitu "vital" sehingga boleh dikatakan jabatan panitera adalah backbound-nya pengadilan, begitupun dengan MK.

Saat itu tahun 2003, MK sebagai lembaga baru membuat surat ke mahkamah agung untuk meminta kepada Ketua MA menugaskan beberapa panitera pengganti untuk ditugaskan membantu hakim MK dalam menjalankan tugas peradilan.

Akhirnya ditugaskanlah beberapa SDM yang capable dari mahkamah agung untuk membantu MK, salah satunya adalah Bapak Kasianur Sidauruk yang ditugaskan dari PTUN Palangkaraya untuk membantu Mahkamah Konstitusi.

Sebelum MK berkembang seperti sekarang ini, MK juga mengalami hal yang cukup membutuhkan kerja keras ekstra untuk bisa survive. Dimasa perjuangan tersebut Pak Kasianur Sidauruk dengan para pegawai MK yang berstatus sebagai pegawai kontrak seperti saya bahu membahu membantu tugas 9 hakim MK mulai dari perkara pengujian UU dan SKLN yang rutin, perkara pemilu 2004, perkara pemilu 2009, perkara Pilkada, perkara pemilu 2014 hingga perkara Pilkada serentak.

Banyak kisah mengharukan yang dialami saya bersama Pak Kasianur dimasa-masa "perjuangan" MK dahulu, mulai dari naik Kopaja bersama, makan mie ayam di pinggir jalan, menerima keluhan dan marah marah para pihak yang datang ke MK serta yang paling berat adalah masa masa pasca tragedi Oktober 2013 yang membuat pak Kasianur berulang kali dipanggil KPK untuk dimintai keterangannya terkait kasus yang dialami mantan ketua MK saat itu yang terjerat korupsi pilkada.

Tentunya banyak hal lain yang tidak bisa saya ingat satu persatu terkait sosok pak Kasianur Sidauruk yang sudah saya anggap sebagai bapak sendiri.

Beliau menjadi salah satu panitera pengganti yang bertahan di MK hingga menduduki jabatan tertinggi di kepaniteraan yaitu menjadi Panitera (kepala panitera) hingg masa baktinya berakhir.
Sabar, humble, baik hati, rendah hati dan tidak sombong, tidak pernah marah, care dengan anak buahnya dan pekerja keras itulah sosok yang saya tahu dari pak Kasianur Sidauruk.

Beliau seringkali memberikan kejutan kejutan kecil untuk para stafnya termasuk saya yang seringkali mendapatkan kaos dan kue ulang tahun pada saat hari kelahiran saya.

Karir pak Kasianur juga cukup luar biasa selama di MK, pertama masuk MK beliau menjadi plt panitera pengganti yang bertugas membantu para hakim MK saat bersidang. Kemudian beberapa tahun kemudian diangkat menjadi ka biro administrasi perkara dan persidangan MK hingga akhirnya di tahun 2011 beliau diberikan amanah sebagai pejabat setara eselon 1 yaitu Panitera Mahkamah Konstitusi.

Meski MK banyak diterpa cobaan yang berat, namun beliau adalah salah satu figur yang bisa menguatkan kami semua para pegawai MK.

Hari ini tepat beliau paripurna menyelesaikan tugas sebagai Panitera setelah 16 tahun mengabdi di mahkamah konstitusi.

Tentunya kami sangat berat melepaskan kepergian beliau, 16 tahun bersama adalah waktu yang cukup panjang yang membuat hubungan emosional kami sudah seperti layaknya keluarga sendiri.

Selamat jalan pak Kasianur Sidauruk. Budi baik bapak akan selalu kami ingat.
 
Hatur nuhun sudah menjadi contoh dan teladan untuk kami semua.

Selasa, 08 Januari 2019

Jawa Barat Darurat Korupsi ?

Say No To Corruption -- Photo Credit: Corruption Watch

Tulisan ini dibuat sebagai bentuk kegelisahan saya sebagai warga Jawa Barat pasca banyaknya kepala daerah di Jawa Barat yang tertangkap KPK karena melakukan korupsi. 
Tulisan ini dimuat di kumparan pada tanggal 1 November 2018 >> https://kumparan.com/hani-adhani/jawa-barat-darurat-korupsi-1541029266300532762



Jawa Barat Darurat Korupsi ?
Oleh
Hani Adhani

Ditetapkannya Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka korupsi yang berkaitan dengan perizinan Meikarta yang kemudian disusul dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra, semakin menambah suram track record para kepala daerah di Provinsi Jawa Barat. Menurut data dari berbagai sumber setidaknya ada 100 kepala daerah yang dijadikan tersangka telah melakukan korupsi sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri tahun 2004 dan hingga saat ini setidaknya ada sekitar 14 orang kepala daerah yang berasal dari Provinsi Jawa Barat yang terseret kasus korupsi. Sederet nama para kepala daerah di Provinsi Jawa Barat yang dulunya dieluk-elukan pada saat kampanye pemilukada, namun dalam hitungan yang tidak terlalu lama akhirnya mereka mengalami pesakitan dan mendekam dalam penjara karena melakukan korupsi.

Para Kepala Daerah yang seharusnya menjadi contoh untuk para aparatur sipil negara dan juga menjadi contoh untuk seluruh masyarakat malah melakukan perbuatan yang sangat tercela yaitu melakukan korupsi. Seolah-olah mereka semua lupa akan janji dan sumpah yang diucapkan pada saat mereka didaulat menjadi kepala daerah.  Hal lain yang juga membuat kita miris adalah tidak adanya rasa takut yang dialami oleh para kepala daerah tersebut. Meski mereka sadar dan paham bahwa pejabat negara pasti akan selalu ada dalam pengawasan KPK, namun seolah-olah hal tersebut dinafikkan. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah tersebut bukan hanya menyebabkan nama baik daerah menjadi tercoreng, namun lebih jauh lagi menyebabkan trauma berkepanjangan bagi masyarakat dan juga bagi para ASN yang bekerja di pemerintahan daerah tersebut.

Senin, 03 Desember 2018

Membumikan Hubungan Indonesia dan Malaysia

Perayaan Hari Ulang Tahun PKPMI ke 50 .

Tulisan ini dibuat pasca saya di undang untuk menjadi moderator dalam sebuah acara seminar yang diadakan oleh Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI) di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. 

Tulisan ini dimuat di Kumparan pada tanggal 3 Desember 2018. 


Membumikan Hubungan Indonesia dan Malaysia
Oleh
Hani Adhani *)

Dalam sejarah pembentukan negara Indonesia dan juga Malaysia ada satu hal yang sejak awal selalu kita ingat dan selalu kita dengungkan yaitu bahwa kita adalah bagian dari wilayah yang bernama “Nusantara”. Nusantara adalah nama yang digunakan pada masa lampau bagi kepulauan Indonesia di zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Wilayah Nusantara mencakup negara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. 

Berdasarkan catatan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), selama abad ke-enambelas dan ke-tujuhbelas, kerajaan-kerajaan seperti Mataram, Aceh, Melaka, Makasar, Banten bertumbuh-kembang dan berjatuhan. Selama kurun waktu itu, bahasa Melayu tampil sebagai bahasa terpenting untuk aktivitas perdagangan dan keagamaan (Islam). Kesultananan Melaka abad keenambelas merupakan contoh pertama sebuah kerajaan yang berkebudayaan dan berbahasa Melayu di kurun waktu awal modern itu. Nusantara dan bahasa Melayu menjadi salah satu faktor yang menjadikan Malaysia dan Indonesia seperti layaknya adik dan kakak yang satu sama lain saling mengisi, berdekatan dan selalu saling membantu.
Peran Mahasiswa sebagai agent of change
Mahasiswa sebagai agen of change tentunya selalu berada di garda terdepan dalam upaya untuk selalu memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negaranya. Hal tersebut disebabkan karena mahasiswa sebagai generasi muda selalu berupaya meluruskan segala hal yang negatif untuk kembali diarahkan ke jalur yang baik dan positif. Sebagai contoh yang paling mudah kita ingat di Indonesia adalah peristiwa reformasi tahun 1998 dimana saat itu mahasiswa bersatu untuk melawan tirani kekuatan kekuasaan yang telah menggurita sehingga menyebabkan kehancuran bangsa. Meski saat itu mahasiswi berada dibawah tekanan dan juga ancaman yang serius, namun hal tersebut tidak meruntuhkan semangat para generasi muda khususnya mahasiswa untuk tetap semangat menyuarakan adanya perubahan hingga akhirnya mimpi tersebut dapat tercapai.

Kegigihan dan kekuatan para pemuda dan mahasiswa Indonesia dalam upaya untuk membantu rakyat dan Bangsa Indonesia pastinya akan terus terbawa dari generasi ke generasi berikutnya. Jiwa patrotisme dan semangatnya kebangsaan demi rakyat bukan hanya akan terus menggelora akan tetapi juga akan terus dipupuk agar mahasiswa dan pemuda sebagai agen of change selalu berada dalam jalur yang benar sesuai cita-cita dan semangat konstitusi Indonesia.

Perjuangan para pemuda dan mahasiswa untuk membantu bangsa dan rakyatnya bukan hanya terjadi di Indonesia akan tetapi juga terjadi di Malaysia. Pemuda dan mahasiswa di Malaysia juga menjadi tokoh utama dalam upaya menjadikan bangsa Malaysia menjadi bangsa yang maju. Sejak dikumandangkannya kemerdekaan Negara Malaysia pada tahun 1957, pemuda dan mahasiswa juga menjadi aktor utama dalam upaya menjadikan Malaysia sebagai negara yang maju dan bermartabat. Para tokoh seperti Mahatir Mohamad dan Anwar Ibrahim adalah tokoh muda pada zamannya yang memiliki peranan penting dalam upaya memajukan Negara Malaysia. Hasilnya bisa kita lihat saat ini dimana Malaysia bukan hanya maju secara infrastruktur akan tetapi juga memiliki karakter kebangsaan yang kuat sebagaimana cita-cita yang dicantumkan dalam Konstitusi Federal Malaysia.
Kerjasama Pendidikan Indonesia-Malaysia
Pasca Negara Malaysia mendeklarasikan kemerdekaanya pada tanggal 31 Agustus 1957, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia warga negaranya, Pemerintah Malaysia berupaya secara serius untuk fokus membesarkan pendidikan terlebih dahulu dengan cara menyekolahkan para gurunya untuk belajar ke Indonesia.